CERITA DI BARAT INDONESIA, WANITA PENUNTUN HARAPAN MASYARAKAT DESA
Seorang
sosok wanita yang sangat menginspirasi bagi saya pribadi maupun masyarakat di lingkungannya. Beliau adalah “Ema Yunita” sosok guru pengabdi di desa
Lapeng, masyarakat sekitar memanggilnya
dengan sebutan akrab “Buk Ema”.
Pekerkenalan ku dengan buk Ema berawal dari keberangkatan ku untuk melakukan
kegiatan 17 Agustus bulan lalu di
pulau terdepan Indonesia , yaitu desa
Lapeng. Secara georafis desa Lapeng berada pada gugusan pulau breuh, kecamatan
Pulo Aceh, Aceh besar, Aceh. Perjalan untuk menuju desa Lapeng kita harus menempuh jalur laut dari
kota Banda aceh. Berangkat
dari dermaga Lampulo kota
Banda aceh dengan menggunakan
boat nelayan menuju dermaga
Lampuyang yang membutuhkan waktu
kurang lebih 2 jam, setelah sampai di dermaga Lampuyang selanjutnya kami ganti boat untuk melanjutkan
perjalanan ke Desa Lapeng. Sebenarnya dari dari desa Lampuyang menuju desa
Lapeng kita bisa menggunakan jalur darat dan jalur laut. Namun dikarenakan
akses jalan darat yang kurang mendukung dan juga akan menempuh waktu lebih lama maka pilihan terbaik adalah
jalur laut dengan perahu milik masyarakat desa Lapeng.
Desa Lapeng
ini di huni oleh sekitar 40 KK dengan mayoritas penduduk di desa Lapeng bergantungan hidup mereka pada hasil
bumi dan laut. Hal itu di karenakan desa lapeng memiliki anugerah alam yang
melimpah baik di sektor perikanan laut maupun perkebunan. Namun anugerah itu
tidak dapat di optimalkan, hal tersebut di karenakan sulitnya akses
transfortasi dan komunikasi di desa Lapeng. Hingga saat ini masyarakat Lapeng
masih mengandalkan jalan setapak untuk mengangkut hasil kebun dan laut ke desa terdekat, terkadang dengan
jalan yang kurang memadai dan waktu yang lama alhasil barang angkutan hasil
laut dan kebun yang di bawa menjadi tidak segar lagi. Apabila mengandalkan
jalur laut, desa Lapeng tidak
memiliki transfortasi laut yang rutin beroperasi, hal tersebut di karenakan
untuk memiliki kapal atau boat untuk
transfortasi ke desa terdekat begitu mahal, sehingga selama ini masyarakat
hanya mengandalkan perahu kecil milik nelayan desa lapeng, dan untuk ke desa
sebelah kemungkinan mereka harus menunggu kapan pawang boat (pemilik boat)
pergi ke desa sebelah.
Selain transportasi dan komunikasi yang sulit di desa Lapeng, desa ini juga hanya
memiliki satu sarana pendidikan sekolah dasar yaitu SDN Lapeng yang telah berdiri semenjak tahun 2009 . SD Lapeng dulu di jalani oleh satu
orang guru yaitu buk Ema. Pada awal kedatangannya buk Ema tidak sendirian, beliau datang bersama temannya, mereka meninggalkan kampung
halaman di Aceh selatan setelah mendapatkan informasi bahwa terdapat salah satu desa di Pulo Aceh yang membutuhkan guru.
Maka, dengan bermodal informasi tersebut mereka merantau tanpa ada ajakan atau iming-imingan apapun. Namun, setelah beberapa lama teman ibu Ema tersebut memilih tidak melanjutkan lagi mengajar di desa Lapeng, sehingga ibu Ema
harus menjalankan SD Lapeng ini seorang diri, mengajar sendiri dari kelas 1 sampai kelas 6 walaupun anak muridnya tidak terlalu ramai.
Pada awal
kedatangannya Ibu Ema hanya digaji oleh penduduk
setempat yang anak-anak nya bersekolah di SD Lapeng tersebut dengan bayaran
seadanya dari hasil mata pencaharian mereka yang tidak seberapa. Begitulah besar
harapan masyarakat setempat kepada buk ema untuk mendidik anak mereka, tentu
buk ema tidak mau mengecewakan masyarakat di desa Lapeng, sehingga dengan
kerja kerasnya banyak sekali perubahan yang telah beliau lakukan sehingga
banyak masyarakat yang merasakan perubahan itu, Beliaulah simbol kebangkitan
pendidikan di Desa Lapeng. Dimana dulu
SD Lapeng merupakan Sekolah Jarak Jauh (SJJ) yang bernaung di bawah SDN
Lampuyang. Namun berkat usaha dan kerja keras buk Ema dan juga masyarakat di sana, pada tahun 2013 SD Lapeng
resmi menjadi SDN Lapeng. Pada awalnya buk ema hanya mengajar seorang diri dan
memegang kelas 1 dan kelas 6. Kehadiran
sekolah dan guru sangatlah penting bagi masyarakat di desa Lapeng, masyarakat lapeng sangat
berharap anak-anak mereka tidak merasakan seperti mereka dulu nek Mi salah satu
orang tertua di desa lapeng pernah menuturkan kepada pengajar dari relawan
rumah remaja “ sudah cukup kami yang bodoh karena dulu tidak ada sekolah,
jangan sampai anak cucu kami juga bodoh”.
Sehingga mereka menaruh harapan besar kepada buk ema dan SD lapeng untuk
mendidik anak mereka. Di sela-sela kesibukan sebagai seorang pengajar untuk
mendidik anak-anak lapeng. Selain menjadi seorang guru bagi anakanak masyarakat
sekitar, Buk ema juga mengisi hari-harinya dengan mengurus dua orang buah
hatinya dan juga membantu suaminya di ladang. Begitulah Sosok buk ema, Wanita
yang sangat berjasa untuk sebuah desa, lapeng namanya , beliau tempat anak-anak
memperjuangkan asa, sang pahlawan tanpa tanda jasa yang selalu dekat dengan
keluarga di sela-sela aktivitas mendidik anak bangsa. Buk ema meyakini bahwa
menjadi guru bukanlah sekedar profesi tapi panggilan hati. Beliau pernah
berkata “ walaupun ibu bukan orang asli di desa ini, ibu bersedia mengajar di
desa ini. Janganlah hanya mau mengajar di daerah kota, karena lebih penting di
daerah yang tertinggal inilah kita bisa menjadi mulia” .
Comments
Post a Comment